Muma'id Al-Bugisy

ADA GAMBAR DI DINDING KALBUKU, SEBUAH NAMA YANG TERUKIR KUAT DI DINDING KEPASTIANKU, TIADA YANG LAIN SELAIN HANYA GAMBAR DIRIMU

Adam As adalah Manusia tercerdas, tergenius dan tertinggi daya otak memorinya

MANUSIA PALING CERDAS, PALING GENIUS, PALING TINGGI DAYA OTAK MEMORY NYA.
Adalah
NABI ADAM ALAIHIS SALAM.

Tentu saja, jawaban Bahwa Nabi Adam AS, itu bukan skedar prasangka, dan tentu tidak mengurangi akan tinggi nya derajat nabi muhammad.

Seperti hal nya saat ada pertanyaan, siapakah manusia paling TAMPAN, maka jawab nya adalah nabi yusuf alaihis salam.

Namun tetap, tidak mengurangi ketinggian derajat nabi muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Allah SWT telah memperkenalkan budaya pemberian anugerah di atas kemuliaan dan kecemerlangan serta ilmu yang dimiliki kepada Adam AS.
Ini disebut di dalam al-Quran bahwa Allah SWT memerintahkan para malaikat sujud kepada Nabi Adam as di atas kelebihan ilmunya mengatasi para malaikat.

Firman Allah SWT yang bermaksud :

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!" Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu. Allah berfirman:
"Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yangkafir.
(Al-Baqarah: 31-34)

Di dalam ayat ini, Allah SWT telah menceritakan bagaimana Nabi Adam AS telah diajar dengan pelbagai jenis ilmu oleh Allah SWT sebagai nikmat pertama yang diterima oleh manusia.
Kemampuan untuk belajar dan mengajar ini merupakan keistimewaan yang hanya ada pada manusia dan tidak ada pada makhluk yang lain tak terkecuali para malaikat.
Selain hal itu, ada keistimewaan yang ada pada diri nabi adam, manusia pertama yang tercipta di bumi.

Adam memiliki BENTUK TUBUH RAKSASA, YANG TINGGI NYA 60 HASTA / 30 METER.

Hadist bukhori :
(tanda – dipanjangkan membacanya):
‘an abi-hurairata ‘aninnabiyyi shallaLla-hu ‘alaihiwa sallama qa-lakhalaqalla-hu a-dama wathu-luhu sittu-na dzira-’antsumma qa-ladz habufasallim ‘ala- ula-ika minalmala-ikati fastami’ ma-yuhayyu-naka tahiyyatuka watahiyyahu dzurriyatika faqa-la assala-mu ‘alaikum faqa-lu- assala-mu ‘alaika warahmatulla-hi faza-du-hu warahmatulla-hifakullu man yadkhulul jannata ‘ala- su-rati a-dama falam yazalil khalqa yanqushu hatta- ala-na,

artinya:
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda:
Allah menjadikan Adam tingginya 60 hasta, kemudian (Allah) berfirman: Pergilah dan memberi salamlah kepada para malaikat itu, dan dengarkanlah mereka memberi hormat kepada engkau. Itulah kehormatan engkau dan keturunan engkau, lalu (Adam) mengucapkan:
Assalamu ‘alaikum, maka (para malaikat) mengucapkan assalamu alaika warahmatullah, (para malaikat) menambahkan:warahmatullah, maka setiap orang yang masuk surga serupa dengan Adam (dalam hal perawakan / postur dan gambaran), dan manusia itu senantiasa bertambah kecil sampai sekarang.

********

Adam tingginya 60 hasta / 90 kaki / 30 meter.


Dr. Lesser menunjukkan fakta bahwa apabila manusia yang ada sekarang ini dianggap berasal dari hanya sepasang manusia pada awalnya, maka tinggi manusia yang terawal itu harusnya sekitar 90 kaki. Ini berdasarkan penelitian, manusia mengalami penyusutan tinggi badan secara terus-menurus yang disebut “genetic bottelneck”.

Seandainya tidak ada terobosan di bidang gizi pada abad ke 17 dan 18, niscaya manusia yang ada sekarang lebih pendek lagi dari tinggi rata-rata sekarang ini.
Informasi di atas dikutip dari “the English section of the September 2001 issueof the Hebrew-EnglishIsraeli popular sciencejournal “Ha-Mada Ha-Yisraeli B’Angleet V’Ivreet.”

Yang menarik, jika tinggi Adam adalah 30 meter, sedangkan tinggi manusia sekarang 1,60 meter, maka kira-kira tinggi adam adalah 18 kali lipat dari manusia sekarang, dan otomatis, tidak hanya tinggi nya saja, tapi lebar, diameter tubuh, tangan, kaki, kepala, dan lain-lain juga 18 kali lipat lebih besar.

Yang menarik adalah tentang VOLUME OTAK NABI ADAM AS,

Kita tahu, manusia jaman sekarang, volume otak rata-rata adalah 1200 cc atau 1200 cm³, dg hitungan perkiraan jari-jari otak 6,5 cm, diameter 13 cm.
Maka diameter otak nabi Adam adalah 13 cm di kali 18 sama dengan 234 cm, sehingga jari-jari nya adalah 117 cm

Mari kita hitung volume otak nabi adam di banding manusia biasa.
Volume otak Manusia biasa adalah sekitar 1200 cc / 1200 cm³
Rumus volume bola = 4/3 phi r³
Jari-jari : 117
4/3 . phi . 117³
1,33 x 3,14 x 117 x 117 x 117 = 6.711.521,12 cm³
Perhatikan, volume otak nabi adam adalah sebesar..
6.711.521,12 cm³
Atau
6.711.521,12 cc

Atau di bulatkan
6.711.521, cm³

ENAM JUTA TUJUH RATUS SEBELAS RIBU LIMA RATUS DUA PULUH SATU centi meter kubik,

SUPER BIGEST

Sedangkan dalam penelitian, otak manusia itu di dalam nya ada milyaran Neuron / sel syaraf otak, yang spektakuler, jika otak manusia yang hanya berukuran volume 1200 cc saja ada milyaran neuron, APALAGI OTAK NABI ADAM??

6.711.521,12 cm³ itu jika di bagi 1.200 cc sama dengan 5.592

Sehingga, perbandingannya 5.592 jumlah otak manusia di gabungkan jadi satu.
Kwantitas otak nabi adam itu setara dengan 5.592 manusia yang di gabung.
Subhanallahu wal hamdulillahi wa laailaahaillallahu Allahu Akbar

MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
Prof. Dr. H. Suherli, M.Pd.

Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat mengurangi verbalisme dan teoritis. Di samping itu, pembelajaran ini dapat memberikan penguatan pemahaman secara komprehensif melalui penghubungan makna atau maksud dari ilmu pengetahuan yang dipelajari siswa dengan pengalaman langsung dalam kehidupan yang nyata. Bagaimana menerapkan model pembelajaran ini?. Berikut ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan model pembelajaran tersebut.

1. Latar Belakang
Dewasa ini, masih terdapat sistem pembelajaran yang bersifat teoritis. Sebagian besar siswa belum dapat menangkap makna dari apa yang mereka peroleh dari pembelajaran untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa “pada umumnya siswa tidak dapat menghubungkan apa yang telah mereka pelajari dengan cara pemanfaatan pengetahuan tersebut di kemudian hari“ (Gafur, 2003 : 1). Oleh sebab itu, dalam kondisi seperti ini guru atau pendidik harus mampu merancang sebuah pembelajaran yang benar-benar dapat membekali siswa baik pengetahuan secara teoritis maupun praktik. Dalam hal ini, guru harus pandai mencari dan menciptakan kondisi belajar yang memudahkan siswa dalam memahami, memaknai, dan menghubungkan materi pelajaran yang mereka pelajari. Salah satu alternatif jawaban permasalahan di atas, guru dapat memilih model pembelajaran kontekstual.

2. Pengertian
Kontekstual (contextual) berasal dari kata konteks (contex). Konteks (contex) berarti “bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menmbah kejelasan makna; situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian “ (Depdiknas, 2001: 591). Kontekstual (contextual) diartikan “sesuatu yang berhubungan dengan konteks (contex)” (Depdiknas, 2001 : 591). Sesuai dengan pengertian konteks maupun kontekstual tersebut, pembelajaran kontekstual (contextual learning) merupakan sebuah pembelajaran yang dapat memberikan dukungan dan penguatan pemahaman siswa dalam menyerap sejumlah materi pembelajaran serta mampu memperoleh makna dari apa yang mereka pelajari dan mampu menghubungkannya dengan kenyataan hidup sehari hari. Hal ini juga sejalan dengan pendekatan pembelajaran kontekstual yang berasumsi sebagi berikut.

Secara alamiah proses berpikir dalam menemukan makna sesuatu itu bersifat kontekstual dalam arti ada kaitannya dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka miliki (siswa) memiliki (ingatan), pengalaman, respon ), oleh karenanya berpikir itu merupakan proses mencari hubungan untuk menemukan makna dan manfaat pengetahuan tersebut “ ( Gafur, 2003 : 1 ).

Menurut kerangka berpikir atau asumsi di atas pembelajaran kontekstual merupakan proses belajar yang menghubungkan alam pikiran (pengetahuan dan pengalaman) dengan keadaan yang sebenarnya dalam kehidupan. Jika siswa mampu menghubungkan kedua hal tersebut, pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki dari hasil belajar akan lebih bermakna dan dapat dirasakan manfaatnya. Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran kontekstual pada prinsipnya sebuah pembelajaran yang berorientasi pada penekanan makna pengetahuan dan pengalaman melalui hubungan pemanfaatan dalam kehidupan yang nyata.

3. Aspek-aspek Lingkungan Pembelajaran Kontekstual
Sejalan dengan pengertian pembelajaran kontekstual sebagaimana telah diuraikan di atas, keberhasilan pembelajaran kontekstual perlu didukung oleh aspek-aspek lingkungan pembelajaran yang memadai. Hal-hal yang berkaitan dengan masalah tersebut antara lain “ruang kelas, laboratorium, laboratorium komputer, lapangan kerja, lingkungan sosial, lingkungan budaya, lingkungan fisik, dan linmgkungan psikologis” (Gafur, 2003:2). Dengan memerhatikan hal-hal tersebut, pembelajaran kontekstual mendorong para pendidik (guru) untuk memilih atau merancang lingkungan belajar yang melibatkan sebanyak mungkin pengalaman belajar secara terpadu.
Ruang kelas atau juga disebut ruang teori, pada umumnya digunakan sebagai tempat penyampaian dan pembahasan informasi, konsep serta fakta-fakta yang berkaitan dengan pengalaman berpikir (pengetahuan). Masih ada kebiasaan pembelajaran yang masih keliru yakni siswa memperoleh pengalaman belajar dari kelas saja. Pembelajaran semacam inilah yang membentuk siswa menjadi teoritis, yaitu mereka hanya memahami ilmu pengetahuan dari sisi teori dan konsep. Dalam pembelajaran kontekstual, ruang kelas merupakan bagian media pembelajaran. Untuk membekali sisiwa agar mampu memperoleh makna dan menghubungkan pengetahuan yang mereka terima di ruang kelas dengan konteks lebih luas dan nyata, perlu didukung oleh media pembelajaran yang lain.
Media yang lain yang turut mendukung pelaksanaan pembelajaran kontekstual ialah laboratorium. Ruang dan penyediaan alat-alat laborat masih banyak yang beranggapan sebagai kendala karena memerlukan biaya yang cukup mahal. Hal ini yang masih menjadi alasan yang kuat bagi sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan yang belum memiliki laboratorium. Sebenarnya, laboratorium dapat dibuat dengan model dan alat yang sederhana, tidak harus dengan model dan alat serba mewah dan mahal. Pengadaan laboratorium yang penting dapat memfasilitasi siswa dalam memperoleh pengalaman belajar secara nyata melalui kegiatan praktik. Dalam pembelajaran kontekstual laboratorium merupakan media penghubung antara pengetahuan yang bersifat abstrak dengan pengetahuan yang bersifat riil atau nyata. Laboratorium sangat membantu siswa dalam melaksanakan kegiatan penelitian baik yang bersifat pengembangan (developmental), penemuan (explorative), maupun pengecekan kebenaran (verivikative). Kedalaman dan keluasan serta kekuatan pengalaman siswa terhadap sejumlah fakta, informasi dan pengetahuan serta konsep yang mereka terima di ruang kelas, dapat diperoleh melalui kegiatan pembelajaran di laboratorium.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembelajaran kontekstual dapat menggunakan laboratorium komputer. Melalui media ini, sedini mungkin siswa akan mengenal dan selanjutnya dapat memahami serta menggunakan media komputer dalam kehidupan sehari-hari. Guru dan para penyelenggara pendidikan sudah seharusnya mencermati, memahami dan mementingkan hal ini agar para siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kemajuan jaman. Pengetahuan dan informasi siswa tentang komputer tidak hanya teoritis atau konseptual, namun lebih jauh dari itu mereka dapat menggunakan dan memanfaatkannya. Dengan demikian, pembelajaran kontekstual harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Sisi lain media pembelajaran kontekstual yang harus diperhatikan oleh guru yakni lapangan kerja. Kaitannya dengan hal ini, ada semacam fenomena bahwa dewasa ini lembaga persekolahan identik dengan lembaga penghasil pengangguran. Kenyataan ini bahwa di lapangan (konteks sosial yang nyata), para lulusan sekolah lebih banyak yang menganggur dibandingkan dengan lulusan yang memperoleh lapangan pekerjaan. Permasalahan ini, apakah siswa kurang dibekali kecakapan hidup (life skills), atau tidak ada keseimbangan antara lapangan kerja dengan angkatan kerja. Pendidikan yang ideal mestinya dapat menghasilkan autput yang siap pakai di dunia kerja atau autput yang siap menciptakan lapangan kerja. Perbaikan kualitas autput pendidikan tidak lepas dari perbaikan kualitas pembelajaran. Pembelajaran yang mengarah kepada pembekalan siswa dalam hal kecakapan hidup, antara lain pembelajaran kontekstual dengan melibatkan lapangan kerja sebagai media pembelajaran. Pengalaman belajar melalui media lapangan kerja, akan membangkitkan semangat belajar dan menumbuhkembangkan minat serta bakat siswa. Dengan bekal ini siswa siap memperoleh lapangan kerja atau menciptakan lapangan kerja dalam kehidupan di masyarakat.
Di samping media pembelajaran di atas media lain yang turut mendukung pembelajaran kontekstual yaitu lingkungan sosial, budaya, dan psikologis. Lingkungan sosial dijadikan media pembelajaran agar siswa memiliki bekal hidup dalam sosial atau dalam masyarakat. Dengan bekal pengetahuan ini, siswa setelah lulus atau tamat sekolah siap hidup bermayarakat. Siswa akan dengan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya di mana ia tinggal. Selain itu siswa juga harus dibekali dengan pengalaman budaya. Dengan bekal ini, siswa diharapkan memahami, mencintai, menghargai, dan menikmati serta memilih budaya yang menguntungkan dirinya sendiri maupun orang lain. Dengan demikian, siswa tidak akan terjerumus dalam budaya yang menyesatkan.
Pengalaman lain yang harus dimiliki siswa ialah pengalaman lingkungan fisik yang menyangkut fisik secara mikro yaitu dirinya sendiri maupun secara makro (alam semesta). Pemahaman siswa yang benar terhadap dirinya dan alam semesta, akan menumbuhkan kesadaran yang tinggi untuk senantiasa, meningkatkan serta memanfaatkan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam bagi kepentingan manusia pada umumnya.
Media pembelajaran kontekstual yang tiadak kalah pentingnya adalah lingkungan psikologis. Lingkungan psikologis yakni lingkungan yang berkaitan dengan kejiwaan. Pengetahuan dan pengalaman terhadap lingkungan ini, akan membantu mempercepat perubahan kematangan jiwa para siswa. Dengan bekal ini, pertumbuhan siswa baik fisik maupun psikisnya akan berkembang seimbangdan seirama. Pada akhirnya, melalui pembelajaran kontekstual yang melibatkan lingkungan psikologis, siswa akan mencapai kedewasaan lahir dan batin.
Di antara aspek-aspek lingkungan pembelajaran kontekstaul tersebut, hendaknya dirancang secara terpadu. Dalam hal ini, tidak menutup kemungkinanan guru dapat mencari lingkungan belajar yang lain, yang kemudian dikemas dalam sebuah model pembelajaran yang mengacu kepada konteks kehidupan yang lebih luas. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran kontekstual sebagai berikut
Dalam pembelajaran kontekstual diharapkan siswa dapat menemukan hubungan yang bermakna antara pemikiran yang abstrak dengan penerapan praktis dalam konteks dunia nyata. Dalam pengalaman belajar yang demikian, fakta, konsep, prinsip, dan prosedur sebagai materi pelajaran yang diinternalisasikan melalui proses penemuan, penguatan, keterkaitan dan keterpaduan (Forgarti, 1991, Mathews dan Cleary, 1993, dalam Gafur, 2003 : 2).

Berdasarkan konsep di atas, pembelajaran kontekstaul, akan membekali para siswa agar mereka mempweroleh pengetahuan dan pengalaman secara terpadu. Oleh sebab itu, melalui pembelajaran ini diharap pengetahuan dan pengalaman siswa tidak hanya bersifat teoritis maupun konseptual, tetapi lebih dari itu mereka mampu memaknainya dan memanfaatkannya dengan cara menghubungkannya dalam kehidupan nyata. Aspek-aspek lingkungan pembelajaran kontekstual sebagaimana tealah diuraikan di atas, dapat dipahami kembali dalam diagram di bawah ini.
Gambar. 9.3.
Aspek-aspek Lingkungan Pembelajaran CTL

4. Prinsip, Metode, dan Teknik Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual dalam pelaksanakannya didasarkan pada lima prinsip yaitu “keterkaitan atau relevansi (relating), pengalaman langsung (experiencing), penerapan atau aplikasi (applying), kerjasama (cooperating), alih pengetahuan (transferring)” (Gafur, 2003 : 3). Kelima prinsip tersebut, masing-masing memiliki teknik yang berbeda. Oleh sebab itu, pembel;ajaran akan berlangsung secara veriatif, kreatif, aktif dan rekreatif. Uraian masing-masing prinsip dan teknik tersebut sebagai berikut .

1). Prinsip Keterkaitan, Relevansi (Relating)
Pembelajaran kontekstual hendaknya senantiasa memperhatikan adanya keterkaitan atau kesesuaian antara pengetahuan, keterampilan bakat, dan minat yang telah dimiliki siswa dengan unsure-unsur pembelajaran yang dipersiapkan oleh guru (media, materi, alat bantu dll). Di samping itu, keterkaitan kedua hal tersebut di atas harus pula memiliki keterkaitan dengan konteks sosial dalam kehidupan nyata . hal ini sejalan dengan prinsip keterkaitan relevansi (relating) sebagai berikut.
Pembelajaran hendaknya ada keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa , relevansi antar internal seperti bekal pengetahuan, keterampilan, bakat, minat, dengan faktor eksternal seperti ekspose media dan pembelajaran oleh guru dan lingkungan luar), dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata seperti manfaat untuk bekal bekerja di kemudian hari dalam kehidupan masyarakat (Gafur, 2003:3)

Berdasarkan konsep di atas, ada tiga faktor yang harus dikaitkan dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual yaitu factor internal, eksternal, dan lingkungan kehidupan nyata. Keterkaitan ke tiga factor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.


Gambar 9.4.
Keterkaitan Faktor-faktor pembelajaran

Penggunaan prinsip keterkaitan atau relevansi dalam pembelajaran dapat dicontohkan sebagai berikut.

Pelajaran pengubinan pada pelajaran matematika sangat berguna jika seorang siswa ingin menjadi pengusaha tegel atau interior designer. Pelajaran sosiologi sosiatri, hokum adat, antropologi budaya berguna bagi siswa yang akan bekerja sebagai polisi, hakim, jaksa, dan LSM ( Gafur, 2003:2)

Dengan memperhatikan contoh tersebut, guru dapat mengembangkan prinsip keterkaitan pada materi pembelajaran yang lain dengan factor internal, eksternal, dan lingkungan kehidupan dalam konteks sosial yang lebih luas. Misalnya pelajaran “mengarang” pada pelajaran Bahasa Indonesia, sangat bermanfaat bagi siswa yang ingin menjadi seorang penulis buku atau pengarang buku, jurnalistik. Demikian pula pelajaran bermain peran atau drama, sangat berguna bagi siswa yang ingin terjun ke dunia acting. Masih banyak contoh yang lain, guru dapat mengembangkannya sendiri.

2). Prinsip Pengalaman Langsung (Experiencing)
Untuk memberikan dan menambahkan penguatan pemahaman serta pemaknaan siswa terhadap materi pembelajaran, dalam pembelajaran konstekstual, guru harus memperhatikan, memahami, dan melaksanakan prinsip pemgalaman langsung. Bahkan pengalaman langsung atau experiencing merupakan“ jantung pembelajaran kontekstual“ (Gafur, 2003: 2 ). Pemberian pengalaman langsung kepada siswas dapat melalui kegiatan “eksplorasi (perluasan), discovary ( penemuan ), inventory (pendaftaran), investigasi ( penyelidikan ), penelitian dll“ (Gafur, 2003:2). Kecepatan, ketepatan, dan kecdermatan dalam memperoleh hasil belajar akan tercapai, manakala siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk memanipuali peralatan, memanfaatkan sumber dan media belajar, serta melakukan dan mengembangkan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif. Untuk memudahkan dan memperlancar kegiatan pembelajaran diperlukan metode yang tepat dan media yang memadai. Metode yang dapat digunakan antara lain inquiri (penemuan), ekspositori (penjelasan), konstruksi (membangun), induktif (penyimpulan ), tugas, percobaan (eksperimen). Media yang dapat digunakan misalnya media cetak (buku teks, majalah, surat kabar), media elektronik (audo,video), dan media lingkungan social serta lingkungan alam sekitar. Uraian singkat dari beberapa metode tersebut serta teknik pembelajarannya sebagai berikut.

(1) Metode Inquiri (Inquiry)
Inquiri pada dasarnya merupakan sebuah metode yang mendorong dan mengarahkan siswa untuk melibatkan diri belajar secara aktif. Teknik yang dapat digunakan dalam metode ini antara lain pengumpulan data (pengamatan), pencatatan dan penafsiran data, pengambilan simpulan. Simpulan ini merupakan hasil belajar yang diperoleh siswa yang bentuknya dapat berupa konsep, prinsip, kaidah atau uraian sesuatu benda atau peristiwa. Dalam perkembangan selanjutnya, teknik pembelajaran yang mendukung metode Inquiri yaitu “ceramah, tugas, tanya jawab, diskusi, resitasi, (hafalan), pemberian ulasan, merangkum” (Mulyasa, 2002:235). Teknik yang lain dapat dikembangkan sendiri oleh guru termasuk memadukan dengan metode yang lain yang saling saling mendukung.

(2) Metode Ekspositori (Expository)
Metode Ekspositori merupakan sebuah metode yang berusaha untuk memberikan kejelasan sesuatu atau suatu peristiwa yang sedang sedang dipelajari oleh siswa. Teknik yang dapat digunakan dalam metode ini misalnya ceramah, ulasan, demontrasi, uji coba, dan pengulangan (review). Teknik yang lain dapat dikembangkan sendiri oleh guru sesuai dengan kebutuan

(3) Metode Kontruktivisme
Metode Kontruktivisme pada prinsipnya sebuah prosedur pembelajaran yang berusaha membangun pengetahuan pada diri siswa dari sejumlah informasasi dan peristiwa (materi pelajaran). Pengubahaninformasi menjadi pengetahuan , terjadi melalui kegiatan “interprestasi” yang selanjutnya disebut “meaningful learning”. Interprestasi itu sendiri adalah “suatu proses berpikir yang singkat dan cepat yang terjadi dalam otak” (Mulyasa, 2002:238). Interprestasi merupakan proses awal pemerolehan pengetahuan melalui kegiatan berpikir. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih berarti atau bermakna bagi siswa. Hal ini sesuai dengan konsep dasar meaningful learning yaitu “pembelajaran yang mengajak siswa berpikir dan memahami materi pembelajaran, bukan sekedar mendengar, menerima, melihat, dan meningat-ingat” (Mulyasa, 2002:240). Teknik yang dapat digunakan di antaranya pemunculan masalah, diskusi, debat, negoisasi (pertukaran pikiran), kolaborasi (penyamaan konsep).

(4) Metode Induktif
Metode Induktif pada prinsipnya merupakan pola berpikir dari hal-hal yang bersifat khusus ke hal-hal yang bersifat umum. Dalam pandangan yang sama Induktif merupakan prosedur berpikir yang bersifat induksi yaitu “metode pemikiran yang bertolak dari kaidah (hal-hal atau peristiwa) khusus untuk menentukan hukum (kaidah) yang umum; penentuan kaidah umum berdasarkan kaidah khusus” (Depdiknas, 2001:431). Teknik yang dapat dikembangakan dalam metode ini misalnya observasi (pengamatan), analisis (penyelidikan), komparasi (perbandingan, dan sintesis (penyimpulan).
Dalam penerapan prinsip experiencing, guru dapat mengembangkan metode yang lain sesuai dengan kebutuhan.

3) Prinsip Aplikasi (Applying)
Salah satu indikator empiris bahwa siswa telah memahami sejumlah pengetahuan, di antaranya siswa mampu menerapkan, mengkomunikasikan serta mampu memanfaatkan dalam situasi yang berbeda (dari situasi pembelajaran ke situasi kehidupan nyata). Penerapan prinsip aplikasi merupakan salah satu pembelajaran tingkat tinggi. Dalam hal ini, siswa tidak hanya memiliki pengetahuan secara abstrak di alam pikiran namun mereka juga memiliki pengetahuan secara konkrit di alam nyata. Melalui pembelajaran aplikasi (penerapan), kepercayaan diri siswa akan tumbuh sehingga mereka terdorong untuk memikirkan karir dan profesi yang diminati. Dalam asumsi yang sama prinsip aplikasi (applying) yaitu :
Kemampuan suntuk menerapkan materi yang telah dipelajari untuk diterapkan atau digunakan pada situasi lain yang berbeda merupakan penggunaan (use) fakta, konsep, prinsip atau prosedur atau pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk penggunaan (use) ( Merrill & Reigeluth dalam Gafur, 2003:3).

Dalam pembelajaran kontekstaul, penerapan prinsip ini lebih berorientasi pada dunia kerja. Pada tataran yang lebih luas, pembelajaran dapat pula diarahkan pada situasi-situasi sosial yang ada dalam kehidupan di masyarakat. Dalam pembelajaran di kelas, guru dapat menggunakan berbagi media belajar seperti : buku teks, kliping, video, laboratorium. Pembelajaran akan lebih bermakna dengan dilengkapi dengan pengalaman langsung dalam kehidupan nyata. Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran prinsip ini antara lain observasi, karyawisata, dan eksperimen. Teknik-teknik pembelajaran yang dapat digunakan misalnya mengamati dan mencatat prinsip-prinsip kerja dan berbagai pesawat kerja dalam sebuah perusahaan, praktek kerja lapangan, magang (internship). Guru dapat mengembangkan metode dan teknik pembelajaran yang lain sesuai dengan kebutuhan dan prinsip di atas.

4). Prinsip Kerjasama (Cooperating)
Penerapan prinsip kerjasama dalam pembelajaran kontekstual, tidak hanya membantu para siswa dalam upaya menguasai materi pembelajaran tetapi juga memberikan wawasan kepada mereka bahwa penyelesaian suatu masalah atau tugas diperlukan kerjasama dalam bentuk tim kerja. Hal ini akan menggiring pemikiran siswa bahwa dalam penyelesaian suatu masalah atau tugas dalam kehidupan yang nyata, diperlukan pula kerjasama dalam bentuk tim sehingga hasil yang dicapai akan lebih baik. Pemikiran ini akan tumbuh pada diri para siswa, apabila mereka dibekali pengalaman langsung tentang ketrjasama baik dalam proses belajar di kelas maupun di luar kelas. Metode pembelajaran yang dapat digunakan sesuai dengan prinsip ini antara lain metode eksperimen, diskusi, bermain peran, simulasi, problem solping. Teknik pembelajaran yang dapat digunakan misalnya Tanya jawab, komunikasi interaktif, dan menyusun laporan.

5). Prinsip Alih Pengetahuan ( Transferring)
Prisip alih pengetahuan dalam pembelajaran kontekstual merupakan pengembangan dari prinsip aplikasi. Selain siswa mampu menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam situasi yang berbeda,bahkan diharapkan mampu mengembangkan dan menemukan konsep baru. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran kontekstual antara lain “ siswa mampu menerapkan materi yang telah dipelajarai untuk memecahkan masalh-masalah baru merupakan penguasaan strategi kognitif atau pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menemukan (finding)” (Gagne,Reigeluth & Merrill dalam Gafur,2003:3).
Metode yang dapat digunakan dalam penerapan prinsip ini di antaranya metode inquiri, metode proyek, dan metode problem solping. Teknik pembelajaran yang dapat digunakan misalnya pengamatan, eksperimen, menggolongkan, menerapkan, menarik simpulan, dan mengkomunikasikan. Metode dan teknik pemebelajran yang lain dapat dikembangkan sendiri oleh guru sesuai dengan kebutuhan. Contoh penerapan prinsip ini, siswa dapat membuat pembangkit listrik penerapan setelah mereka mengetahui dan memahami sifat-sifat air, dan mengetahui prinsip-prinsip kerja dynamo serta baling-baling. Untuk melengkapi uraian di atas, hubungan prinsip, metode, dan pembelararan kontekstual digambarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut.
Tabel
Hubungan Prinsip, Metode, dan Teknik Pembelajaran Kontekstual

No Prinsip-prinsip CTL Metode Pembelajaran Teknik Pembelajaran
1 Keterkaitan, Relevansi (Relating) Ceramah, Observasi, Diskusi - Pemberitahuan tujuan, dan manfaat materi pelajaran.
- Mengamati jaringan topik materi pembelajaran.
- Tanya jawab
2 Pengalaman Langsung (Experiencing) Inquiri, Ekspositri, Kontruktivisme, Induktif, Experimen Mengamati, Mengelempokan, Membandingkan, Menyimpulkan
3 Aplikasi (Applying) Observasi, Karyawisata, Eksperimen Mengamati, Mencoba, Magang
4 Kerjasama (Cooperating) Eksperimen, Diskusi, Bermain Peran, Simulasi, Problem Solping Tanya jawab, Komunikasi interaktif, Menyususn laporan
5 Alih Pengetahuan (Transferring) Inquiri, Proyek, Problem Solping Mengamati, mencoba, menggolongkan, menerapkan, Menyimpulkan, Mengkomunikasikan

5. Integrasi Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual (CTL) dalam Pembelajaran

Pada umunya kegiatan pembelajaran dikelompokan menjadi tiga tahap yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Dalam pandangan yang sama kegiatan pembelajaran dikembangkan meliputi:

pembelajaran pendahuluan (pre-instructional activities), memancing penampilan siswa (eliciting performance), pemberian umpan balik (providing feedback), dan kegiatan tindak lanjut (pollow up activities) berupa remedial (perbaikan) dan pengayaan (remedial and enrichment), (Gafur, 2003:5)

Uraian masing-masing komponen kegiatan pembelajaran tersebut sebagai berikut.

1) Pembelajaran Pendahuluan (Pre-instructional Activities)
Pada umumnya kegiatan pembelajaran pendahuluan atau kegiatan awal dilaksanakan dengan kegiatan apersepsi atau prates. Dalam pembelajaran kontekstual, selain melaksanakan kegiatan tersebut kegiatan pembelajaran pendahuluan dikembangkan dengan kegiatan lain yang merupakan penjabaran dari prinsip “keterkaitan” (relating).
Kegiatan ini meliputi :
pemberian tujuan, ruang lingkup materi (akan lebih baik dilengkapi peta konsep yang menggambarkan struktur atau jalinan antara materi), manfaat atau kegunaan suatu topik baik untuk keperluan sekarang maupun belajar yang akan dating, manfaat atau relefansinya untuk bekerja di kemudian hari, dll. (Gafur, 2003:6 )

Dari pembelajaran pendahuluan yang melibatkan kegiatan prates, dapat diketahui kesiapan siswa untuk menerima materi pembelajaran. Siswa yang sudah menguasai pembelajaran diperbolehkan mempelajari topik berikutnya sedangkan siswa yang belum menguasai topik pelajaran diberi pembekalan atau matri kulasi. Setelah itu, mereka diperbolehkan mempelajari topik berikutnya.

2). Penyampaian Materi Pembelajaran (Presenting Instructional Materials).
Hal yang sangat penting untuk diperkatikan oleh guru penyampaian materi pembelajaran dalam pembelajaran kontekstual hendaknya jangan terlalu banyak penyajian yang bersifat “ekspositori (ceramah, dikte), dan deduktif”. Namun sebaliknya gunakanlah sebanyak mungkin metode penyajian atau presentasi seperti inquisitory, discovery, diskusi, inventori, induktif, penelitian mandiri” (Merrill, Reigeluth, Keachie dalam Gafur, 2003:6). Penyampaian materi pembelajaran diupayakan senantiasa menantang siswa untuk dapat memperoleh “pengalaman langsung, menemukan, menyimpulkan, serta menyusun sendiri konsep yang dipelajari” (Gafur, 2003:6). Sejalan dengan konsep di atas, penyampaian materi pelajaran lebih mengarah pada prinsip pengalaman langsung, penerapan, dan kerjasama. Hal lain yang tidak kalah penting dalam pembelajaran adalah media dan alat bantu sebagai alat pemusat perhatian seperti “paduan warna, gambar, ilustrasi, penegas visual” (Gafur, 2003:6). Kaitannya dengan masalah ini guru dapat memilih dan mengembangkan sendiri media maupuin alat bantu pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.

3). Pemancingan Penampilan siswa (Eliciting Performance)
Siswa merupakan subjek pembelajaran, bukan objek pembelajaran. Oleh sebab itu, siswalah yang lebih banyak berperan aktif dalam pembelajaran dari pada guru. Dalam hal ini, guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu mrnyiapkan fasilitas dan kondisi pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk aktif belajar. Untuk dapat mengaktifkan siswa dalam belajar, guru harus mampu memancing penampilan siswa (eliciting performance). Hal ini dimaksudkan untuk “ membantu siswa dalam menguasai materi atau mencapai tujuan pembelajaran melalui kegiatan latihan (exercise) dan praktikum” (Gafur, 2003:6). Berdasarkan konsep di atas, prinsip pembelajaran kontekstual yang di gunakan dalam kegiatan ini adalah penerapan dan alih pengetahuan. Dengan demikian orientasi kegiatan siswa pada kegiatan pelatihan dan penerapan konsep dan prinsip yang dipelajari dalam konteks dan situasi yang berbeda, bukan sekedar kegiatan menghapal” (Gafur, 2003:6). Contoh kegiatan dalam pembelajaran, siswa setelah mempelajari teknik menulis proposal kegiatan, selanjutnya mereka ditugasi menyusun proposal kegiatan kemping, klasmiting, bakti sosial dll. Dalam penyajian materi, siswa mempelajari proposal kegiatan karyawisata atau kegiatan lainnya.

4). Pemberian Umpan Balik (Providing Feedback)
Pada umumnya pemberian umpan balik (providing feedback) dilakukan melalui kegiatan pascates. Hasilnya kemudian di informasikan kepada siswa sebagai bahan umpan balik. Umpan balik itu sendiri diartikan yaitu” informasi yang diberikan kepada siswa mengenai kemajuan belajarnya” ( Gafur, 2003:6). Dalam prinsip pembelajaran kontekstual tidak dinyatakan secara eksplisit mengenai prinsip pembelajaran yang mengarah pada kegiatan umpan balik. Namun demikian, secara inplisit pemberian umpan balik dapat dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung baik dalam bentuk penilaian prates, penilaian proses, maupun pascates. Bahan umpan balik dapat diambil dari hasil penilaian melalui kegiatan pengamatan guru terhadap siswa dalam menerapkan prinsip-prinsip belajar kontekstual. Aspek-aspek yang dinilai antara lain keaktifan siswa, penarikan simpulan, penerapan konsep, dan kekompakan tim. Selain itu umpan balik dapat dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut

Siswa diberi tugas mengerjakan soal-soal latihan, lalu diberi kunci jawaban. Dengan mengetahui kunci jawaban, mereka akan mengetahui apakah jawabannya benar atau salah. Umpan balik yang baik adalah umpan balik yang lengkap. Jika salah, siswa diberitahukan kesalahannya, mengapa salah , kemudian dibetulkan. Jika jawaban siswa benar, mereka diberi konfirmasi agar mereka mantap bahwa jawabannya benar. Agar siswa dapat menemukan sendiri jawaban yang benar, ada baiknya umpan balik diberikan tidak secara langsung (delay feedback) misalnya “jawaban yang benar anda baca lagi pada halaman 34” (Gafur, 2003:7).

Berdasarkan uraian di atas, pemberian umpan balik dapat melalui informasi hasil penilaian proses dan hasil pekerjaan siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan, tugas-tugas, baik individu maupun kelompok, serta informasi dari hasil penilaian lainnya.

5). Kegiatan Tindak Lanjut (Follow Up Activities).
Kegiatan tindak lanjut dalam pembelajaran kontekstual, merupakan pembelajaran tingkat tinggi. Hal ini dikarenakan bentuk kegiatan tindak lanjut berupa “mentransfer pengetahuan (transfering), pemberian pengayaan, dan remedial (remedial and enrichment)” (Gafur, 2003:7). Sebagaimana prinsip belajar trasfering dalam pembelajaran kontekstual, siswa akan belajar pada tataran yang lebih tinggi yakni belajar untuk dapat menemukandan mencapai strategi kognitif. Kegiatan tindak lanjut berikutnya yakni “pengayaan yang diberikan kepada siswa yang telah mencapai prestasi sama atau melebihi dari yang ditargetkan, dan remedial diberikan kepada siswa yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam mencapai target pembelajaran ayng telah ditentukan” (Gafur, 2003:7). Dengan demikian komponen pembelajaran tindak lanjut dilaksanakan dengan cara menemukan prinsip pembelajaran alih pengetahuan (transferring).

Berdasarkan uraian di atas, prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual dapat diintegrasikan kedalam kegiatan pembelajaran yang biasa dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Dengan bekal pengetahuan sistem pembelajaran kontekstual atau CTL ini, guru dapat dengan segera melakukan perubahan dan pengembangan sistem pembelajaran yang dapat memberikan peluang lebih banyak terhadap keberhasilan belajar siswa. Untuk melengkapi uraian di atas, berikut ini disajikan table pengintegrasian prinsip-prinsip CTL kedalam pembelajaran.

Pengintegrasian Prinsip-prinsip CTL ke dalam Pembelajaran
No Komponen Kegiatan Pembelajaran Prinsip-prinsip CTL
1 Pembelajaran Pendahuluan
(Pre-Instructional Activities) Keterkaitan (Relating)
2 Penyampaian Materi Pembelajaran
(Presenting Intructional) Pengalaman langsung (Experimencing), Aplikasi (Applying), Kerjasama (Cooperating)
3 Pemancingan Penampialn siswa (Eliciting Performance) Aplikasi / Penerapan (Applying)
4 Pemberian Umpan Balik (Providing Feedback) Informasi Hasil belajar dan Proses Belajar (Evaluasi Penerapan Prinsip CTL)
(Gafur, 2003:7)

Kegiatan guru dan siswa bentuknya menyesuaikan metode dan teknik pembelajaran yang digunakan sebagaimana diuraiakan di atas. Adapun penerapan pembelajaran kontekstual (CTL) dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut.

Metode Pembelajaran Efektif

Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada anak-anak kita. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak membosankan. Di bawah ini adalah beberapa metode pembelajaran efektif, yang mungkin bisa kita persiapkan.


Metode Debat
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.

Metode Role Playing
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2. Berpikir dan bertindak kreatif.
3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.

Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7. Penutup.
Kelebihan:
• Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
• Setiap siswa mendapat peran.
• Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
• Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
• Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).

Picture and Picture
Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.

Numbered Heads Together
Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Kesimpulan.
Kelebihan:
• Setiap siswa menjadi siap semua.
• Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
• Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
• Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
• Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
d. Analisis dan sintesis
Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

Metode Jigsaw
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.

Metode Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40

Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Penutup.
Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.

Model Examples Non Examples
Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7. KKesimpulan.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.

Model Lesson Study
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).
Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:
- Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.
- Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.

Akal dan Agama Mana yang Mengatakan Ngebom Itu Jihad?!

Beberapa tahun yang silam pernah terjadi pengeboman dan perusakan di kota Riyadh, saat itulah Syeikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr angkat suara, “Alangkah miripnya kata tadi malam dengan semalam. Sesungguhnya peristiwa pemboman dan perusakan di kota Riyadh dan senjata-senjata lain yang digunakan di kota Makkah maupun Madinah pada awal tahun ini (1424 H, sekitar tahun 2003) merupakan hasil rayuan setan yang berupa bentuk meremehkan atau berlebih-lebihan dalam beragama. Sejelek-jeleknya perbuatan yang dihiasi oleh setan adalah yang mengatakan bahwa pengeboman dan perusakan adalah bentuk jihad. Akal dan agama mana yang menyatakan membunuh jiwa, memerangi kaum muslimin, memerangi orang-orang kafir yang mengadakan perjanjian dengan kaum muslimin, membuat kekacauan, membuat wanita-wanita menjanda, menyebabkan anak-anak menjadi yatim, dan meluluhlantakkan bermacam bangunan sebagai jihad(?)”

Selanjutnya kita akan melihat berbagai ayat dan hadits yang menjelaskan bahwa syariat-syariat terdahulu juga menjelaskan hukuman keras terhadap pembunuhan. Juga akan dijelaskan pula mengenai bahaya akibat membunuh sesama muslim, hukum bunuh diri dan hukum membunuh orang kafir yang mengadakan perjanjian dengan kaum muslimin.

Beratnya Hukuman Pembunuhan Menurut Syariat Terdahulu

Allah Ta’ala berfirman mengenai kedua anak Adam yang saling membunuh,

فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah. Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi.” (Qs. Al Maidah: 30)

Begitu pula hukuman keras bagi Bani Israel yang membunuh seorang manusia, Allah Ta’ala berfirman,

مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Qs. Al Maidah: 32)

Bahkan bagi anak Adam yang membunuh saudaranya, dia akan terus menanggung dosa orang-orang sesudahnya yang melakukan pembunuhan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

bersabda,

لاَ تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا إِلاَّ كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا . وَذَلِكَ لأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ

“Tiada pembunuhan yang terjadi karena kezhaliman melainkan anak Adam yang pertama (yakni Qabil) yang akan menanggung dosa pembunuhan tersebut karena dialah yang pertama kali melakukannya.” (HR. Bukhari no. 32 dan Muslim no. 1677)

Harga Darah Seorang Muslim

Membunuh seorang muslim adakalanya dengan cara yang dibenarkan dan adakalanya tidak demikian. Membunuh dengan cara yang dibenarkan adalah jika pembunuhan tersebut melalui qishash atau hukuman had. Sedangkan membunuh tidak dengan cara yang benar bisa saja secara sengaja atau pun tidak.

Mengenai pembunuhan dengan cara sengaja, Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (Qs. An Nisa’: 93)

Begitu pula Allah menyebutkan siksaan yang begitu pedih dan berlipat-lipat dalam firman-Nya,

وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا , يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا , إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Dan orang-orang yang tidak menyembah Rabb yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al Furqan: 68-70)

Masalah darah adalah masalah antar sesama yang akan diselesaikan pertama kali di hari perhitungan nanti. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ فِى الدِّمَاءِ

“Perkara yang pertama kali akan diperhitungkan antara sesama manusia pada hari kiamat nanti adalah dalam masalah darah.” (HR. Bukhari no. 6864 dan Muslim no. 1678)

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا

“Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan.” Kemudian ada yang mengatakan, “Wahai Rasulullah, apa dosa-dosa tersebut? ” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan (di antaranya), “Berbuat syirik, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa jalan yang benar, memakan hasil riba …” (HR. Bukhari no. 6857 dan Muslim no. 89)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

“Musnahnya dunia lebih ringan di sisi Allah daripada terbutuhnya seorang muslim.” (HR. Muslim, An Nasa’i dan At Tirmidzi. Shahih At Targhib wa At Tarhib no.2439, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ الأَرْضِ اِشْتَرَكُوْا فِي دَمِّ مُؤْمِنٍ لَأَكَّبَهُمُ اللهُ فِي النَّارِ

“Seandainya penduduk langit dan bumi bersekongkol untuk membunuh seorang mukmin, niscaya Allah akan menelungkupkan mereka ke dalam neraka.” (HR. At Tirmidzi. Shahih At Targhib wa At Tarhib no.2442, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi)

Dari ‘Ubadah bin Ash Shoomit, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا فَاغْتَبَطَ بِقَتْلِهِ لَمْ يَقْبَلِ اللهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً

“Barangsiapa membunuh seorang mukmin lalu dia bergembira dengan pembunuhan tersebut, maka Allah tidak akan menerima amalan sunnah juga amalan wajibnya.” (HR. Abu Daud. Shahih At Targhib wa At Tarhib no.2450, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Faidhul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi, 6/252)

Adapun untuk pembunuhan terhadap seorang mukmin secara tidak sengaja, maka Allah telah memerintahkan untuk membayar diat dan kafarat. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلا أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tidak sengaja, dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tidak sengaja (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An Nisaa’: 92)

Balasan bagi Seorang Muslim yang Bunuh Diri

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا , وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Qs. An Nisa’: 29-30)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَىْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya kelak pada hari kiamat Allah akan menyiksanya dengan cara seperti itu pula.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Contohnya adalah orang yang mati bunuh diri karena mencekik lehernya sendiri atau mati karena menusuk dirinya dengan benda tajam. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الَّذِى يَخْنُقُ نَفْسَهُ يَخْنُقُهَا فِى النَّارِ ، وَالَّذِى يَطْعُنُهَا يَطْعُنُهَا فِى النَّارِ

“Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan mencekik lehernya, maka ia akan mencekik lehernya pula di neraka. Barangsiapa yang bunuh diri dengan cara menusuk dirinya dengan benda tajam, maka di neraka dia akan menusuk dirinya pula dengan cara itu.” (HR. Bukhari no. 1365)

Hukum Membunuh Orang Kafir

Orang-orang kafir yang haram untuk dibunuh adalah tiga golongan:

  1. Kafir dzimmi (orang kafir yang membayar jizyah/upeti yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin)
  2. Kafir mu’ahad (orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati)
  3. Kafir musta’man (orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin).

Sedangkan orang kafir selain tiga di atas yaitu kafir harbi, itulah yang boleh diperangi.

Berikut kami tunjukkan beberapa dalil yang menunjukkan haramnya membunuh tiga golongan kafir di atas secara sengaja.

[Larangan membunuh Kafir Dzimmi yang telah menunaikan jizyah]

Allah Ta’ala berfirman,

قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (Qs. At Taubah: 29)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. “ (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

[Larangan membunuh Kafir Mu'ahad yang telah membuat kesepakatan untuk tidak berperang]

Al Bukhari membawakan hadits dalam Bab “Dosa orang yang membunuh kafir mu’ahad tanpa melalui jalan yang benar”. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

“Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari no. 3166)

[Larangan Membunuh Kafir Musta'man yang telah mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin]

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْلَمُونَ

“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (Qs. At Taubah: 6)

Dari ‘Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذِمَّةُ الْمُسْلِمِينَ وَاحِدَةٌ يَسْعَى بِهَا أَدْنَاهُمْ

“Dzimmah kaum muslimin itu satu, diusahakan oleh orang yang paling bawah (sekalipun).” (HR. Bukhari dan Muslim)

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksudkan dengan dzimmah dalam hadits di atas adalah jaminam keamanan. Maknanya bahwa jaminan kaum muslimin kepada orang kafir itu adalah sah (diakui). Oleh karena itu, siapa saja yang diberikan jaminan keamanan dari seorang muslim maka haram atas muslim lainnya untuk mengganggunya sepanjang ia masih berada dalam jaminan keamanan.” (Syarh Muslim, 5/34)

Adapun membunuh orang kafir yang berada dalam perjanjian dengan kaum muslimin secara tidak sengaja, Allah Ta’ala telah mewajibkan adanya diat dan kafaroh sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An Nisaa’: 92)

Setan Akan Merasuk Melalui Dua Pintu

Pada dasarnya setan akan merasuk ke dalam tubuh seorang muslim melalui dua pintu, dengan maksud membujuk dan menyesatkan mereka.

Pintu pertama, ditemukan pada orang yang sering lalai dan gemar berbuat maksiat. Setan akan memasukinya melalui pintu maksiat dan syahwat. Setan akan menghiasi manusia melalui jalan ini sehingga mereka akan semakin jauh dari ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya.

Pintu kedua, ditemukan pada orang yang taat beragama lagi ahli ibadah. Setan akan memasukinya melalui pintu bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam beragama dan sikap melampaui batas. Setan akan menghiasinya bahwa perbuatan ghuluw yang dia lakukan adalah baik, dengan tujuan agar agamanya rusak.

Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat mencela perbuatan ghuluw sebagaimana yang menimpa ahli kitab. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلا الْحَقَّ

“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.” (Qs. An Nisa’: 171)

Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِيَّاكُمْ وَ الغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِي الدِّيْنِ

“Jauhilah sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam beragama karena penyebab hancurnya umat-umat sebelum kalian adalah karena ghuluw dalam beragama.” (HR. Al Hakim. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Memperturutkan Hawa Nafsu dan Mengikuti Ayat yang Masih Samar

Di antara bentuk tipu daya setan untuk orang-orang yang selalu bertindak ghuluw (berlebih-lebihan) dalam beragama adalah setan menghiasi mereka agar memperturutkan hawa nafsu. Mereka akhirnya salah dalam beragama dan enggan bertanya pada para ulama. Oleh karena itu, mereka tidak memperoleh ilmu dan keyakinan yang benar serta jauh dari petunjuk para ulama sehingga mereka tetap berada dalam kesesatan dan tertipu oleh bujuk rayu setan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

أَفَمَنْ كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّهِ كَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ

“Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Rabbnya sama dengan orang yang (setan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya?” (Qs. Muhammad: 14)

Allah Ta’ala juga berfirman,

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ

“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya.” (Qs. Ali Imran: 7)

Syeikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di -rahimahullah- menjelaskan, “Yang dimaksud ayat muhkam di sini adalah ayat yang jelas maknanya, tidak ada di dalamnya kesamaran dan kerancuan. Dan ayat muhkam inilah tempat rujukan bagi ayat-ayat yang masih samar (mutasyabih). Ayat muhkam inilah yang mendominasi dan paling banyak dalam Al Qur’an.”

Lalu Syeikh As Sa’di –semoga Allah selalu merahmati beliau- menjelaskan pula, “Di antara ayat-ayat Al Qur’an juga ada yang mutasyabih (masih samar). Kesamaran ini terjadi pada kebanyakan orang karena masih mujmal (global)-nya ayat tersebut. Atau mungkin tertangkap pada sebagian benak orang, namun bukan makna tersebut yang dimaksudkan.

Ringkasnya, dalam Al Qur’an ada ayat-ayat yang bersifat muhkam, jelas maknanya bagi setiap orang. Namun ada pula ayat yang masih samar bagi sebagian orang. Maka wajib bagi setiap muslim untuk membawa ayat-ayat mutasyabih (yang masih samar) kepada ayat-ayat yang muhkam (yang sudah jelas maknanya). Jika jalan seperti ini yang ditempuh, maka setiap ayat akan saling menjelaskan satu dan lainnya, sehingga tidak mungkin ada ayat-ayat yang saling bertentangan.”

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, diriwayatkan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat di atas, beliau pun bersabda,

فَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ، فَأُولَئِكَ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ ، فَاحْذَرُوهُمْ

“Jika engkau melihat ada orang yang mengikuti hal yang masih samar (mutasyabih), inilah orang-orang yang Allah sebut telah menyimpang. Oleh karena itu, waspadalah terhadap orang-orang semacam itu.” (HR. Bukhari no. 4547 dan Muslim no. 2665)

Agar mendapat petunjuk, kembalilah pada ulama. Hal ini dibuktikan pada kisah 2000 orang Khawarij yang mengikuti petunjuk orang yang berilmu yakni Ibnu ‘Abbas sehingga mereka pun selamat dan sisanya yang tidak mau mengikuti akhirnya ditumpas karena berpaham sesat. Jadi dengan ilmu dan mau mengikuti arahan para ulama, itulah yang akan membuat setiap muslim terselamatkan dari kejahatan dan musibah.

Allah Ta’ala sendiri telah memerintahkan kita untuk bertanya pada orang yang berilmu jika kita tidak mengetahui, di antara contohnya adalah kita meminta penjelasan mereka mengenai ayat yang masih samar di benak kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (Qs. An Nahl: 43)

Penutup

Hendaklah setiap muslim merasa takut kepada Allah apalagi dalam masalah darah seorang muslim dan masalah orang yang tidak pantas ditumpahkan darahnya.

فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ

“Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Qs. Al Baqarah: 24)

Rujukan:

  1. Biayyi ‘Aqlin wa Diinin Yakuunu At Tafjiiru wa At Tadmiiru Jihaadan [?], Syeikh Abdul Muhsin bin Hamad Al Abbad Al Badr, http://islamspirit.com
  2. Shahih At Targhib wa At Tarhib, Muhammad Nashiruddin Al Albani, Maktabah Al Ma’arif – Riyadh
  3. Syarh Muslim, An Nawawi, Mawqi’ Al Islam
  4. Taisir Al Karimir Rahman fii Tafsiri Kalamil Mannan, Syeikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Muassasah Ar Risalah
Diberdayakan oleh Blogger.